NAMA : DANA EKASARI
NIM : 14080314030
PENGGALIAN BATU AKIK BERDASARKAN SKK (SYARAT-SYARAT
KESELAMATAN KERJA)
BANDA ACEH - Batu alam atau batu akik yang berasal dari
sejumlah daerah di Provinsi Aceh sedang menjadi primadona. Ribuan orang berburu
berbagai jenis batu alam tersebut karena harganya yang selangit. Bahkan, karena
keindahannya, batu alam asal Serambi Mekah ini juga mulai dikirim ke luar
negeri dan diperjualbelikan secara ilegal.
Kepala Bidang Pertambangan Mineral, Batu Bara, Panas Bumi
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh, Mahdinur, menyebutkan pertambangan
berbagai jenis batu akik atau batu alam di provinsi tersebut tidak memiliki
izin. “Hingga saat ini, semua masyarakat yang mengolah atau menambang batu akik
di Aceh belum memiliki izin usaha pertambangan (IUP) atau masih ilegal,” ujar
Mahdinur, Jumat (20/2).
Berpegang pada UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batu Bara, warga yang mengambil atau menggali batu alam tanpa izin dapat
ditangkap aparat penegak hukum dan bisa dihukum pidana. Menurut Mahdinur, UU No
4 tersebut tidak hanya berlaku untuk penambang dan penjual. Pemakai atau warga
yang menyimpan batu alam tersebut juga dapat ditangkap dan dihukum pidana karena
itu batu alam termasuk pertambangan mineral nonlogam.
Hukuman terhadap pelanggar tersebut juga tidak sedikit.
Dalam UU No 4/2009 disebutkan, pelaku penambangan dan lainnya yang tidak
memiliki IUP dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 10 tahun atau denda Rp 10
miliar.
“Salah satu caranya agar batu alam Aceh dapat dijual dan
dipakai masyarakat, penambang harus memiliki IUP karena cara lain untuk
melegalkan kegiatan tersebut tidak ada,” ujar Mahdinur.
Tambang Emas Ditinggalkan
Demam batu alam yang melanda seluruh Indonesia akhirnya
menyingkirkan pertambangan emas yang pernah menjadi primadona di Aceh sejak
2007. Karena harga batu alam mulia yang berasal dari beberapa daerah di Aceh
kian mahal, masyarakat mencoba peruntungannya dalam tambang batu.
Berbagai jenis batu alam yang terdapat di Aceh ialah
naphrite jade hijau, hitam, putih, idocrase solar, lumut, neon, sankist cempaka
madu, lavender, akik sulaiman, dan beberapa jenis lain. “Saya memilih beralih
menjadi penambang batu alam karena hasilnya lebih menjanjikan daripada tambang
emas,” kata Mustafa, mantan penambang emas di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh
Jaya, Provinsi Aceh, pekan silam.
Untuk membuka tambang emas di Gunung Ujeun, Kecamatan
Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya, dia harus mengeluarkan modal hingga puluhan
juta rupiah. Sementara itu, lubang yang digali belum tentu akan menghasilkan
emas.
Sayangnya, karena memburu batu alam yang bernilai tinggi
itu, para penambang batu mulai memasukkan alat berat ke lokasi pertambangan.
Akibatnya, lingkungan khususnya hutan lindung pun rusak. Di Nagan Raya, tempat
batu giok seberat 20 ton ditemukan, pertambangan dihentikan sementara. Kepala
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Nagan Raya, Samsul Kamal mengatakan,
pemerintah setempat melarang sementara pertambangan batu giok untuk dilakukan
penertiban dan evaluasi. Selain itu, dalam waktu dekat, Pemerintah Nagan Raya
akan mengeluarkan aturan tentang kegiatan pertambangan batu tersebut.
“Untuk sementara, larangan pertambangan batu giok dan
sejenisnya akan dilaksanakan hingga Maret 2015. Nanti jika penertiban,
evaluasi, serta aturan untuk
pertambangan itu belum siap maka pemerintah akan
memperpanjang waktu penutupannya,” katanya.
Samsul menyebutkan, penutupan pertambangan batu giok itu
berdasarkan Instruksi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Nagan Raya
Nomor 02/Forkopimda/2015 yang ditandatangani Bupati Nagan Raya, DPRD, Komandan
Kodim, Kapolres, dan Kepala Kejaksaan Negeri Nagan Raya. Disebutkan bahwa
pertambangan giok telah meresahkan dan merusak hutan lindung. Pertambangan
tanpa kendali tersebut dikhawatirkan merusak sumber daya alam yang dapat
menyebabkan banjir, tanah longsor, pencemaran air, dan bencana lain. “Pihak
yang akan menanggung akibatnya adalah masyarakat setempat,” ujarnya.
Menurut Samsul, pertambangan batu giok yang berada di
hutan lindung Kabupaten Nagan Raya tidak dilakukan secara tradisioanal, tapi
menggunakan alat berat di hutan lindung. “Karena berdekatan dengan sungai, air
sungai yang merupakan sumber air masyarakat sudah bermasalah karena airnya
keruh,” ucapnya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, M Nur,
mendukung penutupan sementara pertambangan batu giok oleh Pemerintah Nagan
Raya. Menurutnya, hal tersebut memang harus segera dilakukan karena banyak
pertambangan sudah merambah hutan lindung. “Jika hal tersebut tidak dilakukan
maka yang akan menerima bencana juga masyarakat setempat,” kata M Nur.
TANGGAPAN
Berdasarkan beberapa informasi yang saya dapatkan
mengenai pertambangan batu alam di Indonesia banyak penambang yang masih
menggunakan alat manual yang mengakibatkan banyak resiko yang harus ditanggung.
Pemerintah juga belum menetapkan peraturan yang sah untuk melindungi para
penambang.
Penambang cenderung tidak memperhatikan keselamatan
lingkungan. Sejak kepopuleran batu alam
tersebut banyak kejadian alam seperti tanah longsor yang disebabkan penggalian
batu alam tersebut. Hal ini layak mendapatkan perhatian khusus dari pemda yang
berkewajiban.
Peraturan
dalam Undang-Undang pertambangan sudah selayaknya dilaksanakan secara tegasdan
bukan hanya menjadi dasar hukum izin uaha yang mati atau tidak diterapkan oleh
para pelakunya.
SUMBER :
Hanafiah, Junaidi. 2015. Pertambangan Batu Alam Di Aceh Masih Ilegal. (online) (http://www.sinarharapan.co/news/read/150220066/pertambangan-batu-alam-di-aceh-masih-ilegal,
diakses 18 November 2015).
SUMBER :
https://www.youtube.com/watch?v=zfBM3fKbO2M