Rabu, 25 November 2015

PENGGALIAN BATU AKIK

NAMA       : DANA EKASARI
NIM           : 14080314030
PENGGALIAN BATU AKIK BERDASARKAN SKK (SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA)
BANDA ACEH - Batu alam atau batu akik yang berasal dari sejumlah daerah di Provinsi Aceh sedang menjadi primadona. Ribuan orang berburu berbagai jenis batu alam tersebut karena harganya yang selangit. Bahkan, karena keindahannya, batu alam asal Serambi Mekah ini juga mulai dikirim ke luar negeri dan diperjualbelikan secara ilegal.
Kepala Bidang Pertambangan Mineral, Batu Bara, Panas Bumi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh, Mahdinur, menyebutkan pertambangan berbagai jenis batu akik atau batu alam di provinsi tersebut tidak memiliki izin. “Hingga saat ini, semua masyarakat yang mengolah atau menambang batu akik di Aceh belum memiliki izin usaha pertambangan (IUP) atau masih ilegal,” ujar Mahdinur, Jumat (20/2).
Berpegang pada UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, warga yang mengambil atau menggali batu alam tanpa izin dapat ditangkap aparat penegak hukum dan bisa dihukum pidana. Menurut Mahdinur, UU No 4 tersebut tidak hanya berlaku untuk penambang dan penjual. Pemakai atau warga yang menyimpan batu alam tersebut juga dapat ditangkap dan dihukum pidana karena itu batu alam termasuk pertambangan mineral nonlogam.
Hukuman terhadap pelanggar tersebut juga tidak sedikit. Dalam UU No 4/2009 disebutkan, pelaku penambangan dan lainnya yang tidak memiliki IUP dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 10 tahun atau denda Rp 10 miliar. 
“Salah satu caranya agar batu alam Aceh dapat dijual dan dipakai masyarakat, penambang harus memiliki IUP karena cara lain untuk melegalkan kegiatan tersebut tidak ada,” ujar Mahdinur.
Tambang Emas Ditinggalkan
Demam batu alam yang melanda seluruh Indonesia akhirnya menyingkirkan pertambangan emas yang pernah menjadi primadona di Aceh sejak 2007. Karena harga batu alam mulia yang berasal dari beberapa daerah di Aceh kian mahal, masyarakat mencoba peruntungannya dalam tambang batu.
Berbagai jenis batu alam yang terdapat di Aceh ialah naphrite jade hijau, hitam, putih, idocrase solar, lumut, neon, sankist cempaka madu, lavender, akik sulaiman, dan beberapa jenis lain. “Saya memilih beralih menjadi penambang batu alam karena hasilnya lebih menjanjikan daripada tambang emas,” kata Mustafa, mantan penambang emas di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, pekan silam.
Untuk membuka tambang emas di Gunung Ujeun, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya, dia harus mengeluarkan modal hingga puluhan juta rupiah. Sementara itu, lubang yang digali belum tentu akan menghasilkan emas.
Sayangnya, karena memburu batu alam yang bernilai tinggi itu, para penambang batu mulai memasukkan alat berat ke lokasi pertambangan. Akibatnya, lingkungan khususnya hutan lindung pun rusak. Di Nagan Raya, tempat batu giok seberat 20 ton ditemukan, pertambangan dihentikan sementara. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Nagan Raya, Samsul Kamal mengatakan, pemerintah setempat melarang sementara pertambangan batu giok untuk dilakukan penertiban dan evaluasi. Selain itu, dalam waktu dekat, Pemerintah Nagan Raya akan mengeluarkan aturan tentang kegiatan pertambangan batu tersebut.
“Untuk sementara, larangan pertambangan batu giok dan sejenisnya akan dilaksanakan hingga Maret 2015. Nanti jika penertiban, evaluasi, serta aturan untuk 
pertambangan itu belum siap maka pemerintah akan memperpanjang waktu penutupannya,” katanya.
Samsul menyebutkan, penutupan pertambangan batu giok itu berdasarkan Instruksi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Nagan Raya Nomor 02/Forkopimda/2015 yang ditandatangani Bupati Nagan Raya, DPRD, Komandan Kodim, Kapolres, dan Kepala Kejaksaan Negeri Nagan Raya. Disebutkan  bahwa pertambangan giok telah meresahkan dan merusak hutan lindung. Pertambangan tanpa kendali tersebut dikhawatirkan merusak sumber daya alam yang dapat menyebabkan banjir, tanah longsor, pencemaran air, dan bencana lain. “Pihak yang akan menanggung akibatnya adalah masyarakat setempat,” ujarnya.
Menurut Samsul, pertambangan batu giok yang berada di hutan lindung Kabupaten Nagan Raya tidak dilakukan secara tradisioanal, tapi menggunakan alat berat di hutan lindung. “Karena berdekatan dengan sungai, air sungai yang merupakan sumber air masyarakat sudah bermasalah karena airnya keruh,” ucapnya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, M Nur, mendukung penutupan sementara pertambangan batu giok oleh Pemerintah Nagan Raya. Menurutnya, hal tersebut memang harus segera dilakukan karena banyak pertambangan sudah merambah hutan lindung. “Jika hal tersebut tidak dilakukan maka yang akan menerima bencana juga masyarakat setempat,” kata M Nur.
TANGGAPAN
Berdasarkan beberapa informasi yang saya dapatkan mengenai pertambangan batu alam di Indonesia banyak penambang yang masih menggunakan alat manual yang mengakibatkan banyak resiko yang harus ditanggung. Pemerintah juga belum menetapkan peraturan yang sah untuk melindungi para penambang.
Penambang cenderung tidak memperhatikan keselamatan lingkungan.  Sejak kepopuleran batu alam tersebut banyak kejadian alam seperti tanah longsor yang disebabkan penggalian batu alam tersebut. Hal ini layak mendapatkan perhatian khusus dari pemda yang berkewajiban.
Peraturan dalam Undang-Undang pertambangan sudah selayaknya dilaksanakan secara tegasdan bukan hanya menjadi dasar hukum izin uaha yang mati atau tidak diterapkan oleh para pelakunya. 
SUMBER :
Hanafiah, Junaidi. 2015. Pertambangan Batu Alam Di Aceh Masih Ilegal. (online) (http://www.sinarharapan.co/news/read/150220066/pertambangan-batu-alam-di-aceh-masih-ilegal, diakses 18 November 2015).
SUMBER :
https://www.youtube.com/watch?v=zfBM3fKbO2M 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar